Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum menggabungkan niat kurban dan aqiqah. Beberapa ada yang tidak memperbolehkan dan beberapa yang lain memperbolehkannya.
Hisyam dan Ibn Sirrin mengatakan, “Kurban atas nama anak, itu bisa sekaligus untuk aqiqah.” Sementara itu, Qatadah mengatakan, “Kurban tidak sah untuknya, sampai ia diaqiqahi.”
Adapun pendapat pertama yang dinilai lebih kuat, ulama kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, berkurban tidak bisa digabungkan dengan aqiqah. Dalil yang menguatkan pendapat ini bahwa kurban dan aqiqah adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, sehingga pelaksanaannya tidak bisa digabungkan.
Selain itu, sebab pensyariatan kurban dan aqiqah juga berbeda, sehingga tidak bisa saling menggantikan. Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mengatakan:
“Dzahir pendapat ulama Syafi’iyah bahwa jika seseorang meniatkan satu kambing untuk kurban sekaligus aqiqah maka tidak bisa mendapatkan salah satunya. Dan inilah yang lebih kuat. Karena masing-masing merupakan ibadah tersendiri.”
Adapun pendapat kedua, mengutip buku Panduan Qurban dari A sampai Z: Mengupas Tuntas Seputar Fiqh Qurban karya Ammi Nur Baits, pendapat yang memperbolehkan menggabungkan niat kurban dan aqiqah berasal dari ulama mazhab Hanafi, salah satu pendapat Imam Ahmad, dan beberapa pendapat dari tabi’in, seperti Hasan al-Bashri, Muhammad bin Sirrin, dan Qatadah rahimahullah.
Dalil yang menerangkan pendapat ini adalah bahwa tujuan kurban dan aqiqah adalah beribadah kepada Allah dengan menyembelih, sehingga keduanya bisa digabungkan.
Menurut Hasan al-Bashri, “Jika ada yang berkurban atas nama anak maka kurbannya sekaligus menggantikan aqiqahnya.”
Dijelaskan dalam buku Fiqih Aqiqah Perspektif Madzhab Syafiiy oleh Muhammad Ajib Lc, Imam ar-Ramli rahimahullah dalam kitab Nihayatul Muhtaj Ilaa Syarhil Minhaj mengatakan, “Seandainya satu ekor kambing diniatkan kurban dan aqiqah sekaligus maka sah dan mendapatkan kesunahannya.”